Setelah membaca surat Al-Fatihah disunnahkan membaca surat selain Al-Fatihah. Berikut keterangannya dari kitab Manhajus Salikin karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
Kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah dalam Manhajus Salikin,
وَيَقْرَأُ مَعَهَا فِي الرَّكْعَتَيْنِ الأُوْلَيَيْنِ مِنَ الرُّبَاعِيَّةِ وَالثُّلاَثِيَّةِ سُوْرَةً
“Lalu membaca setelah surah Al-Fatihah satu surah pada dua rakaat pertama dalam shalat yang empat dan tiga rakaat.”
Disunnahkan Membaca Surah Setelah Al-Fatihah
Setelah membaca surah Al-Fatihah, disunnahkan membaca surah lainnya. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan,
وإنْ لَمْ تَزِدْ علَى أُمِّ القُرْآنِ أجْزَأَتْ وإنْ زِدْتَ فَهو خَيْرٌ
“Jika engkau tidak menambah selain surah Al-Fatihah, maka itu boleh. Adapun jika engkau menambah lebih dari itu, maka itu lebih baik.” (HR. Bukhari, no. 772 dan Muslim, no. 396). Maka yang diwajibkan adalah membaca surah Al-Fatihah saja.
Pada dua rakaat pertama dari shalat yang empat rakaat yaitu shalat Zhuhur, shalat Ashar, shalat Isya, juga shalat yang tiga rakaat yaitu shalat Maghrib, bagi imam, makmum, serta orang yang shalat sendirian wajib membaca surah Al-Fatihah, ini menurut Syaikh As-Sa’di rahimahullah dalam pernyataannya di atas. Sedangkan untuk surah setelah Al-Fatihah, diperintahkan untuk imam dan orang yang shalat sendirian saja. Dalilnya adalah hadits di bawah ini.
Dari Abu Qatadah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
كانَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَقْرَأُ في الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ مِن صَلَاةِ الظُّهْرِ بفَاتِحَةِ الكِتَابِ، وسُورَتَيْنِ يُطَوِّلُ في الأُولَى، ويُقَصِّرُ في الثَّانِيَةِ ويُسْمِعُ الآيَةَ أَحْيَانًا، وكانَ يَقْرَأُ في العَصْرِ بفَاتِحَةِ الكِتَابِ وسُورَتَيْنِ، وكانَ يُطَوِّلُ في الأُولَى، وكانَ يُطَوِّلُ في الرَّكْعَةِ الأُولَى مِن صَلَاةِ الصُّبْحِ، ويُقَصِّرُ في الثَّانِيَةِ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surah Al-Fatihah pada dua rakaat pertama dari shalat Zhuhur, dan dua surah yang beliau panjangkan pada yang pertama dan lebih ringan pada yang kedua. Kadang beliau memperdengarkan ayat tersebut. Dalam shalat Ashar beliau membaca surah Al-Fatihah dan dua surah, lalu beliau panjangkan yang pertama. Dalam shalat Shubuh, beliau memanjangkan rakaat pertama dan lebih memperingan rakaat kedua.” (HR. Bukhari, no. 759 dan Muslim, no. 451)
Para ulama—seperti disebutkan dalam Al-Mughni karya Ibnu Qudamah (1:532), Fath Al-Bari karya Ibnu Rajab (8:7)—bersepakat bahwa disunnahkan membaca surah setelah Al-Fatihah pada dua rakaat pertama. Dan disunnahkan—kadang-kadang—membaca surah setelah Al-Fatihah pada rakaat ketiga dan keempat. Lihat Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin, 1:215.
Masih dibolehkan pula jika kadang-kadang membaca dari pertengahan surah. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca dalam shalat Shubuh pada rakaat pertama ayat,
قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَىٰ وَعِيسَىٰ وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabbnya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.” (QS. Al-Baqarah: 136)
Lalu pada rakaat kedua, di antara yang beliau baca,
آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri.” (QS. Ali Imran: 52) (HR. Muslim, no. 727)
Hukum asalnya, surah yang dibaca dalam shalat sunnah boleh dibaca pula pada shalat fardhu kecuali ada dalil yang menunjukkan kekhususan.
Dari Abu ‘Abdillah Ash-Shunabihi, ia berkata, “Aku tiba di Madinah pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Di belakangnya, aku melaksanakan shalat Maghrib. Abu Bakar ketika itu membaca pada dua rakaat pertama dengan surah Al-Fatihah (Ummul Quran) dan surah dari qisharul mufashshol (dari surah Adh-Dhuha sampai dengan surah An-Naas, pen.). Kemudian Abu Bakar berdiri pada rakaat ketiga dan aku mendekatinya sampai-sampai pakaianku menyentuh pakaiannya, aku mendengar ketika itu beliau membaca surah Al-Fatihah (Ummul Quran) dan membaca ayat,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةًۚإِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“(Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)”.” (QS. Ali Imran: 8) (HR. Malik, 1:79, dengan sanad shahih kata Syaikh Az-Zauman).
Semoga bermanfaat.
Referensi:
- Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Abu ‘Abdirrahman Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Syarh Manhaj As–Salikin. Cetakan kedua, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
—
Disusun di Bandara Soekarno Hatta, 28 Rajab 1440 H (4 April 2019, Kamis siang)
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com